Rabu, 18 Oktober 2023

SULTAN TAHLILULLAH PEREKAT RELASI KESULTANAN BANJAR(MASIN) DENGAN KESULTANAN SULU-MINDANAO




Peta perairan menggambarkan perjalanan laut Sultan Tahlilullah beserta rombongan ke wilayah Sulu-Mindanao 










 











Ulama Negeri Banjar berdarah keturunan Sulu-Mindanao



Masyarakat Banjar, terutama yang bertempat tinggal di kota Martapura dan sekitarnya, pada tanggal 22 Mei 2022 yang lalu (atau bertepatan dengan tanggal 12 Syawal 1443 H) menyelenggarakan acara peringatan/haul yang ke-316 tahun wafatnya SULTAN TAHLILULLAH.

Acara peringatan/haul mengenang wafatnya SULTAN TAHLILULLAH diselenggarakan di areal pemakaman/kubah 'maruhum' ýang ada di belakang komplek perkantoran Pemerintah Kabupaten Banjar -Jl. Batuah, Kelurahan Kraton- kota Martapura Darussalam.


SOSOK SULTAN TAHLILULLAH

SULTAN TAHLILULLAH (selanjutnya di singkat ST) adalah raja Kesultanan Banjar(masin) yang ke tujuh dari dinasti raja-raja Banjar(masin) Islam. 
ST mempunyai beberapa nama, yaitu; Raden Halit, Pangeran Halit (nama-nama sewaktu berusia muda), Pangeran Adipati Halit, Pangeran Adipati Tepasana, Pangeran Mangkubumi, Pangeran Ratu, Sultan Tahlilullah alias Sultan Rakyatullah (atau Sultan Ri'ayatullah).

Sultan Rakyatullah (Sultan Ri'ayatullah) adalah gelar resmi yang di pakai dalam khutbah-khutbah Jum'at yang diselenggarakan di mesjid kerajaan, sedangkan gelar yang populer adalah 'Pangeran Ratu'. Dalam sebutan lainnya adalah 'Dipati Martapura', merujuk pada istana (dalem sultan) Pangeran Ratu yang berada di Martapura.

Sejarawan Belanda DR. H. J. DE GRAAF mengutip dari kumpulan catatan harian milik VOC-Belanda (Dagh-Register) tanggalb22 Oktober 1641; "sekitar pertengaham bulan Oktober 1641 tiba lah utusan raja Banjarmasin di Jepara dengan pengiring 500 orang". Utusan-utusan di sana bernama; Mangkubumi Kiai Tumenggung Reksa Negara, dan Pangeran Adipati Tepasana, adik Raja (Banjarmasin).  Masih menurut DE GRAAF, peristiwa kunjungan utusan besar-besaran dari (Kesultanan) Banjarmasin ke Mataram meninggalkan bekas-bekasnya dalam cerita-cerita tradisional di kedua kerajaan. Di Jawa peristiwa itu diceritakan dalam babad-babad tahunan, misalnya 'Babad Sangkala'.  Sedangkan di Negeri Banjar sendiri kejadian tersebut di tulis dalam 'Hikayat Raja-Raja Banjar dan Kotawaringin'.

  
bersambung  ..........................

Kamis, 09 Maret 2023

KESULTANAN BANJARMASIN DALAM MEMORI KAISAR QIANLONG



 










Para pembawa panji/bendera kerajaan-kerajaan di dunia dalam defile menghadap Kaisar Qianlong di Istana Kota Larangan-Beijing.   Bendera dalam lingkaran hijau bertuliskan "MA-CHEN"  (Banjarmasin)  merujuk pada Kesultanan Banjarmasin di Kalimantan


..................   Maka Wiramartas itu disuruh (menghadap) pada raja Cina, membawa intan sepuluh, membawa mutiara empat puluh, membawa cumantan empat puluh, membawa polam empat puluh, membawa mirah empat puluh, membawa baiduri empat puluh, dan lilin empat puluh pikul dan damar seribu kindai, pèkat seribu gelung dan air madu seratus gantang, orang utan sepuluh ekor, serta membawa surat meminjam orang yang tahu berbuat berhala gangsa. Sudah itu Wiramartas dipersalin sepanjanang baju sachlat, sabuk cindai, kain sarasah, keris berlandean emas serta sangunya. Yang menghiringkan orang lima puluh, sama dipersalin sabuk kimka dan kain Kaling.

Sudah itu berlayar ia dengan pergata. Ada berapa lamanya di laut, maka datang ia itu pada pelabuhan bandar Cina itu serta mendirikan tetunggul putih dengan menghiasi kepalanya sebagai pertanda bahwa mereka membawa surat sebagai  'suruhan raja besar'.  Ketika ditanya siapa gerangan  yang datang dalam pergata itu, maka di jawablah:  "Ini suruhan raja Negara Dipa, membawa layang serta bingkis pada raja Cina ini. Nama raja-dutanya Wiramartas ".

Demikian Hikayat Banjar mewartakan koneksi hubungan "Banjar" dengan Negeri Cina sekian abad yang lalu.


Kesultanan Banjarmasin yang eksis sejak kurang lebih lima ratus tahun lalu pernah mengalami masa-masa kejayaan. Sebelum kemudian "runtuh" oleh karena berbagai sebab, baik karena faktor ekstern maupun intern kerajaan.


MASIN, MAHASIN  ATAU "MA CHEN"


Akademisi dan ahli bahasa Sanksekerta sekaligus sarjana Budha asal Jepang bernama Takakusu Junjiro dalam bukunya yang berjudul 'An Introduction to I-tsing's Record of the Buddhist Religion as Practice in India and tje Malay Archipelago' mencatat sekitar perjalanan seorang rahib Budha asal Tiongkok Selatan, tepatnya dari provinsi Yunnan, bernama I-tsing ke Kepulauan Nusantara di timur.

I-tsing melakukan perjalanannya ke Kepulauan Nusantara pada kisaran Abad ke-7 Masehi atau sekitar tahun 671 - 695 Masehi dalam rangka mempelajari agama Budha di pusat Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatera. Dalam perjalanan pulang ke negeri asalnya, ia sempat singgah di sebuah pulau besar, yang dalam buku catatannya di beri nama dalam bahasa Cina sebagai ' MO-HO-SHIN', atau Mahasin.




..........................  bersambung

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Top WordPress Themes