Hari ini, 25 Januari 1905
Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari gugur.............................
Raja Air Barito itu, diusianya yang telah mendekati tujuh puluh tahun tersungkur ditembus peluru tentara marsose Belanda, beliau tak sanggup meneruskan perjuangannya, sampai ke tetesan darah yang terakhir untuk membebaskan negerinya; bobol sudah benteng pertahanan terakhir Pemerintahan Pegustian itu.
Selama 45 tahun yang kebanyakan suram, beliau merupakan jiwa perlawanan rakyatnya dalam menentang kehampaan harapan --melawan tentara kolonial Hindia Belanda-- tentara berperlengkapan senjata api modern untuk ukuran zaman itu. Sedang pihak Sultan Muhammad Seman sendiri dengan anggota-anggota pasukannya yang terdiri dari orang-orang Banjar Hulu Sungai, Bakumpai, Dayak, Bugis, Pasir, Kutai, Melayu dan beberapa orang pejuang Aceh yang turut bergabung dan jatuh simpati pada keteguhan hati bangsawan Banjar itu, semuanya dalam kondisi kekurangan bahan makanan serta amunisi, dan satu hal lagi .......... menghadapi musuh dalam bentuk lain yang turut menunggu kesempatan untuk mengincar nyawa mereka : .......... wabah penyakit cacar........ lengkaplah sudah, mereka benar-benar berada dalam pertaruhan, antara hidup dan mati.
Kenyataan............ Sultan Muhammad Seman gugur. Innalillahi wa inna ilaihirojiun.
25 Januari 1905 Yang Berkabut
Rakyat Tanah-tanah Dayak dan Tanah Dusun (di pedalaman propinsi Kalimantan Tengah sekarang) tertegun. Mereka setengah tidak percaya, bahwa orang yang mereka segani dan jadikan panutan karena keteguhan hatinya telah meninggalkan mereka. Sultan Mat Seman yang hampir seluruh usianya dibaktikan untuk memerangi tentara pendudukan yang telah memporak-porandakan istana Kerajaan Banjar di Martapura, telah pergi untuk selama-lamanya.
Terkabul sudah tekad beliau untuk tidak akan pernah menyerah kepada bangsa kolonial yang telah mencerai-beraikan keluarga Kerajaan Banjar ke berbagai penjuru.
Jasad Sultan kini terbaring di pemakaman beliau di kota Puruk Cahu, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. Tak ada nama pada batu nisan beliau.
Wahai ................... para penerus perjuangan, sebegitu tak perdulinya engkau sekarang. Membiarkan nisan lelaki perkasa itu tanpa segores huruf secuilpun.
Atau ................. jangan-jangan kita generasi penerus ini telah melupakan sama sekali ketokohan maupun perjuangan pemimpin Pemerintahan Pegustian tersebut.
Jangan sampai ................
bersambung
Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari gugur.............................
Raja Air Barito itu, diusianya yang telah mendekati tujuh puluh tahun tersungkur ditembus peluru tentara marsose Belanda, beliau tak sanggup meneruskan perjuangannya, sampai ke tetesan darah yang terakhir untuk membebaskan negerinya; bobol sudah benteng pertahanan terakhir Pemerintahan Pegustian itu.
Selama 45 tahun yang kebanyakan suram, beliau merupakan jiwa perlawanan rakyatnya dalam menentang kehampaan harapan --melawan tentara kolonial Hindia Belanda-- tentara berperlengkapan senjata api modern untuk ukuran zaman itu. Sedang pihak Sultan Muhammad Seman sendiri dengan anggota-anggota pasukannya yang terdiri dari orang-orang Banjar Hulu Sungai, Bakumpai, Dayak, Bugis, Pasir, Kutai, Melayu dan beberapa orang pejuang Aceh yang turut bergabung dan jatuh simpati pada keteguhan hati bangsawan Banjar itu, semuanya dalam kondisi kekurangan bahan makanan serta amunisi, dan satu hal lagi .......... menghadapi musuh dalam bentuk lain yang turut menunggu kesempatan untuk mengincar nyawa mereka : .......... wabah penyakit cacar........ lengkaplah sudah, mereka benar-benar berada dalam pertaruhan, antara hidup dan mati.
Kenyataan............ Sultan Muhammad Seman gugur. Innalillahi wa inna ilaihirojiun.
25 Januari 1905 Yang Berkabut
Rakyat Tanah-tanah Dayak dan Tanah Dusun (di pedalaman propinsi Kalimantan Tengah sekarang) tertegun. Mereka setengah tidak percaya, bahwa orang yang mereka segani dan jadikan panutan karena keteguhan hatinya telah meninggalkan mereka. Sultan Mat Seman yang hampir seluruh usianya dibaktikan untuk memerangi tentara pendudukan yang telah memporak-porandakan istana Kerajaan Banjar di Martapura, telah pergi untuk selama-lamanya.
Terkabul sudah tekad beliau untuk tidak akan pernah menyerah kepada bangsa kolonial yang telah mencerai-beraikan keluarga Kerajaan Banjar ke berbagai penjuru.
Jasad Sultan kini terbaring di pemakaman beliau di kota Puruk Cahu, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. Tak ada nama pada batu nisan beliau.
Wahai ................... para penerus perjuangan, sebegitu tak perdulinya engkau sekarang. Membiarkan nisan lelaki perkasa itu tanpa segores huruf secuilpun.
Atau ................. jangan-jangan kita generasi penerus ini telah melupakan sama sekali ketokohan maupun perjuangan pemimpin Pemerintahan Pegustian tersebut.
Jangan sampai ................
bersambung
0 komentar:
Posting Komentar